Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak dengan Sepsis Neonatorum (Sepsis Anak)

A.    Konsep Dasar Penyakit Sepsis Neonatorum
1.      Definisi
Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Doenges, 1999)
Sedangkan sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistematik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga sering sekali tidak terpantau,tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam. (Surasmi, 2003)
Berikut ini adalah beberapa definisi atau pengertian dari sepsis neonatorum atau sepsis pada neonatus yang perlu diketahui (Maryunani, 2009), yaitu:
1.      Sepsis neonatorum atau septicemia neonatorum merupakan keadaan dimana terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh.
2.      Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain
3.      Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakterimia pada bulan pertama kehidupan. (WHO, 1996)
4.      Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS (Systeic Inflammatory Respopnse Syndrome), sepsis, sepsis berat, syok septic, disfungsi multiorgan dan akhirnya kematian.
Ilustrasi Sepsis Neonatorum



2.      Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatus dapat dibagi menjadi dua bentuk (Maryunani, 2009) yaitu:
a.       Sepsis dini/Sepsis awitan dini
Merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode setelah lahir (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero
b.      Sepsis lanjutan/sepsis nasokomial atau sepsis awitan lambat (SAL)
Merupakan infeksi setelah lahir (lebih dari 72jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nasokomial)
3.      Etiologi
Penyebab sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri seperti Acinetobacter sp, Enterobacter sp, Pseudomonas sp, serratia sp, Escerichia Coli, Group B streptococcus, Listeria sp, dan lain-lain. (Maryunani, 2009)
Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus adalah:
a.       Perdarahan
b.      Demam yang terjadi pada ibu
c.       Infeksi pada uterus dan plasenta
d.      Ketuban pecah dini (sebelum usia kehamilan 37 minggu)
e.       Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
f.       Proses kelahiran yang lama dan sulit
4.      Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara (Surasmi, 2003), yaitu :
a.      Pada masa antenatal  atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umpilikus masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta,antara lain virus rubella, herpes, situmegalo, koksari, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sifilis, dan toksoplasma.
b.      Pada masa intranatal atau saat pesalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke tyraktus digestivus dan trakus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diaras infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi  atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi  oleh kuman (misalnya herpes genitalis, candida albika, dan n.gonnorea).
c.       Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat: penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial.Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus.
5.      Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik serta dapat mengenai beberapa sistem organ. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dapat ditemukan dapa neonatus yang menderita sepsis.
a.       Gangguan nafas seperti serangan apnea, takipnea dengan kecepatan pernafasan >60x/menit, cuping hidung, sianosis, mendengus, tampak merintih, retraksi dada yang dalam: terjadi karena adanya lesi ataupun inflamasi pada paru-paru bayi akibat dari aspirasi cairan ketuban ibu. Aspirasi ini terjadi saat intrapartum dan selain itu dapat menyebabkan infeksidengan perubahan paru, infiltrasi, dan kerusakan jaringan bronkopulmonalis. Kerusakan ini sebagian disebabkan oleh pelepasan granulosit dari protaglandin dan leukotrien.
b.      Penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun besar menonjol, keluar nanah dari telinga, ekstensor kaku: terjadi karena sepsis sudah sampai ke dalam manifestasi umum dari infeksi sistem saraf pusat. Keadaan akut dan kronis yang berhubungan dengan organisme tertentu. Apabila bayi sudah mengalami infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan penurunan kesadaran, hal tersebut juga menyebabkan ubun-ubun besar menonjol (berisi cairan infeksi) dan keluarnya nanah dari telinga. Dalam hal terganggunya sistem saraf pusat ini kemungkinan terjadi gangguan saraf yang lain seperti ekstensor kaku.
c.       Hipertermia (> 37,7oC) atau hipotermi (<35,5oC) terjadi karena respon tubuh bayi dalam menanggapi pirogen yang disekresikan oleh organisme bakteri atau dari ketidakstabilan sistem saraf simpatik.
d.      Tidak mau menyusu dan tidak dapat minum adalah respon keadaan psikologis bayi yang tidak menyenangkan terhadap ketidakstabilan suhu tubuhnya, serta nanah yang keluar dari telinga
e.       Kemerahan sekitar umbilikus terjadi karena bakteri dapat bertumbuh tidak terkendali di saluran pencernaan, apalagi jika penyebab sepsis pada bayi terjadi dimulai dari infeksi luka umbilikus.
Berdasarkan manifestasi klinis yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa tanda dan gejala pada bayi yang mengalami sepsis neonatorum saling berhubungan baik dari perjalanan infeksi, proses metabolik, dan tanda neurologi bahkan psikologinya saling berhubungan.
6.      Komplikasi
a.       Hipoglikemia, hiperglikemia,  asidosis metabolik, dan jaundice
Bayi memiliki kebutuhan glukosa meningkat sebagai akibat dari keadaan septik. Bayi mungkin juga kurang gizi sebagai akibat dari asupanenergi yang berkurang. Asidosis metabolik disebabkan oleh konversi ke metabolisme anaerobik dengan produksi asam laktat, selain itu ketika bayi mengalami hipotermia atau tidak disimpan dalam lingkungan termal netral, upaya untuk mengatur suhu tubuh dapat menyebabkan asidosis metabolik. Jaundice terjadi dalam menanggapi terlalu banyaknya bilirubin yang dilepaskan ke seluruh tubuh  yang disebabkan oleh organ hati sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi optimal, bahkan disfungsi hati akibat sepsis yang terjadi dan kerusakan eritrosit yang meningkat.
b.      Dehidrasi
Kekuarangan cairan terjadi dikarenakan asupan cairan pada bayi yang kurang, tidak mau menyusu, dan terjadinya hipertermia..
c.       Hiperbilirubinemia dan anemia
Hiperbilirubinemia berhubungan dengan penumpukan bilirubin yang berlebihan pada jaringan. Bilirubin dibuat ketika tubuh melepaskan sel-sel darah merah yang sudah tua, ini merupakan proses normal. Bilirubin merupakan zat hasil pemecahan hemoglobin (protein sel darah merah yang memungkinkan darah mengakut oksigen). Hemoglobin terdapat pada sel darah merah yang dalam waktu tertentu selalu mengalami destruksi (pemecahan). Namun pada bayi yang mengalami sepsis terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh, sehingga terjadi kerusakan sel darah merah bukanlah hal yang tidak mungkin, bayi akan kekurangan darah akibat dari hal ini (anemia) yang disertai hiperbilirubinemia karena seringnya destruksi hemoglobin sering terjadi.
d.      Meningitis
 Infeksi sepsis dapat menyebar ke meningies (selaput-selaput otak) melalui aliran darah.
e.       Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC)
Kelainan perdarahan ini terjadi karena dipicu oleh bakteri gram negatif yang mengeluarkan endotoksin ataupun bakteri gram postif yang mengeluarkan mukopoliskarida pada sepsis. Inilah yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi trombi dan emboli pada mikrovaskular.
7.      Pemeriksaan Penunjang
Radiografi pada dada seharusnya dilakukan sebagai bagian dari evaluasi diagnostik dari bayi yang diduga sepsis dan tanda-tanda penyakit saluran pernapasan. Dalam kasus ini, radiografi dada dapat menunjukkan difusi atau infiltrat fokus, penebalan pleura, efusi atau mungkin menunjukkan broncograms udara dibedakan dari yang terlihat dengan sindrom gangguan pernapasan surfaktan-kekurangan. Studi radiografi lainnya dapat diindikasikan dengan kondisi klinis spesifik, seperti diduga osteomyelitis atau necrotizing enterocolitis (McMillan, 2006)
Pemeriksaan labolatorium perlu dilakukan untuk menunjukan penetapan diagnosis. Selain itu, hasil pemeriksaan tes resistensi dapat digunakan untuk menentukan pilihan antibiotik yang tepat. Pada hasil pemeriksaan darah tepi, umumnya ditemuksan anemia, laju endap darah mikro tinggi, dan trombositopenia. Hasil biakan darah tidak selalu positif walaupun secara klinis sepsis sudah jelas. Selain itu, biakan perlu dilakukan terhadap darah, cairan serebrospinal, usapan umbilikus, lubang hidung, lesi, pus dari konjungtiva, cairan drainase atau hasil isapan isapan lambung. Hasil biakan darah memberi kepastian  adanya sepsis, setelah dua atau tiga kali biakan memberikan hasil positif dengan kuman yang sama. Bahan biakan darah sebaiknya diambil sebelum bayi diberi  terapi antibiotika. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan, antara lain pemeriksaan C-Reactive protein (CRP) yang merupakan pemeriksaan protein yang disentetis di hepatosit dan muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. (Surasmi, 2003)
8.      Penatalaksanaan
a.       Perawatan suportif
Perawatan suportif diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh normal, untuk menstabilkan status kardiopulmonary, untuk memperbaiki hipoglikemia dan untuk mencegah kecenderungan perdarahan. Perawatan suportif neonatus septik sakit (Datta, 2007) meliputi sebagai berikut:
1)      Menjaga kehangatan untuk memastikan temperature. Agar bayi tetap normal harus dirawat di lingkungan yang hangat. Suhu tubuh harus dipantau secara teratur.
2)      Cairan intravena harus diperhatikan. Jika neonatus mengalami perfusi yang jelek, maka saline normal dengan 10 ml / kg selama 5 sampai 10 menit. Dengan dosis yang sama 1 sampai 2 kali selama 30 sampai 45 menit berikutnya, jika perfusi terus menjadi buruk. Dextrose (10%) 2 ml per kg pil besar dapat diresapi untuk memperbaiki hipoglikemia yang adalah biasanya ada dalam sepsis neonatal dan dilanjutkan selama 2 hari atau sampai bayi dapat memiliki feed oral.
3)      Terapi oksigen harus disediakan jika neonatus mengalami distres pernapasan atau sianosis
4)      Oksigen mungkin diperlukan jika bayi tersebut apnea atau napas tidak memadai
5)      Vitamin K 1 mg intramuskular harus diberikan untuk mencegah gangguan perdarahan
6)      Makanan secara enteral dihindari jika neonatus sangat sakit atau memiliki perut kembung. Menjaga cairan harus dilakukan dengan infus IV.
7)      Langkah-langkah pendukung lainnya termasuk stimulasi lembut fisik, aspirasi nasigastric, pemantauan ketat dan konstan kondisi bayi dan perawatan ahli
b.      Terapi pengobatan
Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi dan monitor pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperoleh, dan dapat diberi secara parental. Pilihan obat yang diberikan adalah ampisilin, gentasimin atau kloramfenikol, eritromisin atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi. (Sangayu, 2012)
9.      Pencegahan
Sepsis neonatorum adalah penyebab kematian utama pada neonatus.tanpa pengobatan yang memadai, gangguan ion dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Oleh karena itu, tindakan pencegahan mempunyai arti penting  karena dapat mencegah terjadinya kesakitan dan kematian (Surasmi, 2003)
Tindakan yang dapat dilakukan (Surasmi, 2003) adalah :
a.       Pada masa antenatal. Pada masa antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara bekala,imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu,asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dang jani, rujukan segera ke tempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.
b.      Pada saat persalinan. Perawatan ibu selama persdalinan dilakukan secara aseptik, dalam arti persalinan piperlakukan sebagai tindakan operasi. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkindilakukan ( bila benar-benar diperlukan ). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan,melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan, dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.
c.       Sesudah persalinan. Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal,penberiab ASI secepatnya,mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap persih, setiap bayi menggunakan peralatan sendiri. Perawatan luka umbilikus  secara steril. Tindakan infasif harus dilakukan dengan prinsip – prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan keadaan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua personel yang menangani atau bertugas dikar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi. Pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin memalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi. 
10.  Prognosis
Pada umumnya ngka kematian pada sepsis neonatal berkisar antara 10%  - 40 % dan pada meningitis 15% - 50%. Angka tersebut berbeda-beda tergantung dari waktu timbulnya penyakit penyebabnya, cara dan waktu awitan penyakit,  derajat prematuritas bayi, adanya dan keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan ruang bayi atau unit perawatan.


B.     Konsep Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
Pengkajian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data, yang perlu dikaji adalah identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat perawatan antenatal, adanya/tidaknya ketuban pecah dini,partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus). Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang operasi, atau tempat lain. Ada atau tidaknya riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia, gonorea, dll). Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah menderita penyakit infeksi (mis. Toksoplasmosis,rubeola, toksemia gravidarum, dan amnionitis). Mengkaji tatus sosial ekonomi keluarga.
   Pada pemeriksaan fisik data yang akan ditemukan meliputi letargi (khususnya setelah 24 jam petama), tidak mau minum atau refleks mengisap lemah, regurgitasi, peka rangsang, pucat, berat badan berkurang melebihi penurunan berat badan secara fisiologis, hipertermi/hipotermi, tampak ikterus. Data lain yang mungkin ditemukan adalah hipertermia,pernapasan mendengkur, takipnea, atau apnea, kulit lembab dan dingin, pucat, pengisian kembali kapiler lambat, hipotensi, dehidrasi, sianosis. Gejala traktus gastrointestinal meliputi muntah, distensi abdomen atau diare.
2.      Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a.       Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan apnea
b.      Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
c.       Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau inflamasi
d.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam
e.       Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemi
f.       Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Intoleran terhaap makanan/minuman
3.      Rencana Asuhan Keperawatan
a.       Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan apnea
Kriteria hasil:
-          Tidak ada sianosis  dan disipnea, mendemonstrasikan batuk efaktif dan suara nafas yang bersih
-          Menunjukan jalan nafas yang paten(pelayan tidak merasa tercekik,tidak ada suara nafas abnormal)
-          Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Intervensi dan Rasional:
INTERVENSI
RASIONAL
1. Posisikan pasien semi powler
Posisi semi powler dapat memaksimalkan ventilasi
2.. Auskultasi suara napas, catat adanya suara napas tambahan

Suara napas tambahan dapat menjadi sebagai tanda jalan napas yang tidak adekuat
3. Monitor respirasi dan status O2,TTV
Pada sepsis terjadinya gangguan respirasi dan status O2 sering ditemukan yang menyebabkan TTV tidak dalam rentan normal
4. Berikan pelembab udara kasa basah Nacl lembab
Mengurangi jumlah lokasi yang dapat menjadi tempat masuk organisme
5. Ajarkan batuk efektif,suction,pustural drainage
Untuk mengeluarkan sekret pada saluran napas untuk menciptakan jalan napas yang paten

b.      Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Kriteria hasil:
-          Suhu dalam batas normal
-          Perkembangan status klien membaik selama masa terapi
Intervensi dan Rasional:
INTERVENSI
RASIONAL
1. Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi
Isolasi/pembatasan pengunjung dibutuhkan untuk melindungi pasien imunosupresi dan mengurangi risiki kemungkinan infeksi
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun menggunakan sarung tangan steril
Menugrangi kontaminasi silang

3. Dorong sering menggati posisi, napas dalam/batuk
Bersihan paru yang baik mencegah pneumonia
4.    Batasi penggunaan alat/prosedur invasif jika memungkinkan
Mengurangi jumlah lokasi yang dapat menjadi tempat masuk organisme
5.    Lakukan inspeksi terhadap luka/ sisi alat invasif setiap hari
Mencatat tanda-tanda inflamasi atau infeksi lokal, perubahan pada karakter drainase luka atau sputum dan urine. Mencegah infeksi yang berkelanjutan
6.    Gunakan teknik steril setiap waktu pada saat penggantian balutan ataupun suction atau pemberian perawatan
Mencegah masuknya bakteri, mengurangi risiko infeksi nasokomial
7.    Pantau kecenderungan suhu, jika demam berikan kompres hangat.
Demam (38,5oC - 40 oC) disebabkan oleh efek-efek dari endotoksin pada hipotalamus dan endorfin yang melepaskan pirogen. Hipotermia (<36 oC) adalah tanda-tanda genting yang menunjukkan status syok atau penurunan perfusi jaringan
8.    Amati adanya menggigil dan diaforesis
Menggigil seringkali mendahului memuncaknya suhu pada adanya infeksi
9.    Memantau tanda-tanda penyimpangan kondisi atau kegagalan untuk membaik selama masa terapi
Dapat menunjukkan ketidaktepatan atau ketiakadekuatan terapi antibiotik atau perumbuhan berlebih ari organisme resisten
10.     Inspeksi rongga mulut terhadap plak putih atau sariawan, selidiki juga adanya rasa gatal atau peradangan vaginal/perineal
Depresi sistem imun dan penggunaan dari antibiotik dapat meningkatkan risiko infeksi sekunder.
11.     Kolaborasi dalam pemberian obat antibiotik. Perhatikan dampak pemberian obat
Terapi pengobatan sangat membantu penyembuan dalam masa terapi perawatan
c.       Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau inflamasi
Kriteria hasil:
-          Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
-          Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
Intervensi dan Rasional:
INTERVENSI
RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan pantau warna kulit
Perubahan tanda-tanda vital yang signifikan akan mempengaruhi proses regulasi ataupun metabolisme dalam tubuh.
2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi
Hipertermi sangat potensial untuk menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan banyak cairan secara evaporasi yang tidak diketahui jumlahnya dan dapat menyebabkan pasien masuk ke dalam kondisi dehidrasi.
3. Berikan kompres denga air hangat pada aksila, leher dan lipatan paha, hindari penggunaan alcohol untuk kompres.
Kompres pada aksila, leher dan lipatan paha terdapat pembuluh-pembuluh dasar besar yang akan membantu menurunkan demam. Penggunaan alcohol tidak dilakukan karena akan menyebabkan penurunan dan peningkatan panas secara drastis.
Kolaborasi:
4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan jika panas tidak turun.
Pemberian antipiretik juga diperlukan untuk menurunkan panas dengan segera.
d.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam
Kriteria hasil:
-          Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
-          Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
-          Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam
Intervensi dan Rasional
INTERVENSI
RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan pantau warna kulit
Perubahan tanda-tanda vital yang signifikan akan mempengaruhi proses regulasi ataupun metabolisme dalam tubuh.
2. Observasi adanya hipertermi, kejang dan dehidrasi.
Hipertermi sangat potensial untuk menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan banyak cairan secara evaporasi yang tidak diketahui jumlahnya dan dapat menyebabkan pasien masuk ke dalam kondisi dehidrasi.
3. Berikan kompres hangat jika terjadi hipertermi, dan pertimbangkan untuk langkah kolaborasi dengan memberikan antipiretik.
Kompres air hangat lebih cocok digunakan pada anak dibawah usia 1 tahun, untuk menjaga tubuh agar tidak terjadi hipotermi secara tiba-tiba. Hipertermi yang terlalu lama tidak baik untuk tubuh bayi oleh karena itu pemberian antipiretik diperlukan untuk segera menurunkan panas, misal dengan asetaminofen.
4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan jumlah pemberian yang telah ditentukan
Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal diperlukan untuk mencegah bayi dari kondisi lapar dan haus yang berlebih.
e.       Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemi
Kriteria hasil:
-          Saturasi oksigen >90 %
-          Keadekuatan kontraksi otot untuk pergerakan
-          Tingkat pengaliran darah melalui pembuluh kecil ekstermitas dan memelihara fungsi jaringan
Intervensi dan Rasional:
INTERVENSI
RASIONAL
1. Pertahankan tirah baring
Menurunkan beban kerja mikard dan konsumsi oksigen
2. Pantau perubahan pada tekanan darah

Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran darah

3. Pantau frekuensi dan irama jantung, perhatikan disritmia
Disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia

4.    Kaji ferkuensi nafas, kedalaman, dan kualitas
Peningkatan pernapasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung endotoksin pada pusat pernapasan didalam otak
5.    Catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya
Penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal
6.    Kaji perubahan warna kulit, suhu, kelembapan
Mengetahui status syok yang berlanjut
f.       Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Intoleran terhaap makanan/minuman
Kriteria hasil:
-          Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
-          Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
-          Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
-          Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi dan Rasional:
INTERVENSI
RASIONAL
1. Monitor adanya penurunan berat badan
Anoreksia ataupun intoleran terhadap makanan atau minuman dapat menyebabkan terjadinya penurunan berat badan
2. Identifikasi makanan kesukaan 
Meningkatkan selera klien terhadap makanan atau minuman
3. Anjurkan untuk melakukan oral hygene sebelum makan
Menurunkan rasa mual terhadap makanan
4. Monitor intake cairan dan nutrisi
Kekurangan cairan dapat menyebabkan dehidrasi dan hiper termi. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan terjadinya penurunan berat badan
5.      Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan yang berprotein dan vitamin C
Protein dan vitamin C berperan penting dalam penyembuhan yang berkaitan dengan infeksi
6.      Yakinkan diet yang dimakan juga mengandung tinggi serat
Kekurangan serat dapat menyebabkan konstipasi
7.      Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kaloriyang dibutuhkan pasien
Mengidentifikasi masalah nutrisi dalam terapi perawatannya


Sumber:
Darsana, Wayan. Laporan Pendahuluan Sepsis Neonatorum. 18 September 2010. http://darsananursejiwa.blogspot.com/2010/09/laporan-pendahuluan-sepsis-neonatorum.html
Datta, Parul. 2007. Pediatric Nursing. JAYPEE:New Delhi
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Indri. Asuhan Keperawatan Sepsis Neonatorum. 11 Mei 2009.  http://indri-dpl.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-sepsis-neonatorum.html
NANDA. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC. Media ihardy:Yogyakarta
Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada Neonatus. Penerbit Buku Kesehatan: Jakarta
McMillan, Julia A. 2006. Oski’s Pediatrics Principles & Practice. Lippincott Williams & Wilkins: USA
Udara, Sangayu. Sepsis Neonatorum. 16 Mei 2012. http://udarajunior.blogspot.com/2012/05/sepsis-neonatorum.html
Surasmi, Asrining. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Comments