Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Ablasio Retina
A.
PENGERTIAN
Ablasio berasal dari bahasa Latin ablatio yang berarti
pembuangan atau terlepasnya salah satu bagian badan. Menurut (Vera H. Darling dan Margaret R. Thorpe, 1996) menjelaskan bahwa ablasio retina
lebih tepat disebut dengan separasi retina. Disebutkan demikian karena terdapat
robekan retina sehingga terjadi pengumpulan cairan retina antara lapisan
basilus (sel batang) dan komus (sel kerucut) dengan sel-sel epitelium pigmen
retina. Keadaan ini dapat terjadi karena lapisan luar retina (sel epitel
pigmen) dan lapisan dalam (pars optika) terletak dalam aposisi tanpa membentuk
perlekatan kecuali di sekitar diskus optikus dan pada tepinya yang bergelombang
yang disebut ora serata.
Ablasio Retina adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris
retina dan lapisan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991) Ablatio Retina juga diartikan sebagai
terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada
retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan
retina kekurangan cairan (Barbara L. Christensen 1991).
Ablasio retina
terjadi apabila retina terlepas dari tempat perlekatannya. Kejadian ini serupa dengan wallpaper
yang terkelupas dari dinding. Hal ini diawali oleh robeknya retina yang diikuti
menyusupnya cairan pada robekan tersebut. Cairan tersebut akan menyusup terus
di antara retina dan dinding bola mata yang berakibat terlepasnya retina.
Retina yang terlepas ini dapat menyebabkan hilangnya penglihatan secara
permanen. (www. Klinikmatanusantara.com)
Ablasio retina adalah terlepasnya retina dari perlekatan
dengan lapisan dibawahnya, sebagian atau seluruhnya, sehingga mengakibatkan
terputusnya proses penglihatan. Keadaan ini dapat menyebabkan cacat penglihatan
atau kebutaan. (www.bandungeyecenter.com)
Ablasio retina adalah lepasnya retina dari tempatnya. Kejadian ini
merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada berbagai usia.
Kejadian ini lebih besar kemungkinannya pada penderita yang memakai kacamata
minus (miopia) tinggi. Juga dapat tejadi akibat pukulan yang keras. (www.indo.net.id)
Ablasio retina adalah terpisahnya/terlepasnya retina dari jaringan penyokong di bawahnya.(www.medicastore.com)
Ablasio retina adalah terpisahnya/terlepasnya retina dari jaringan penyokong di bawahnya.(www.medicastore.com)
Ablasio retina
terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen
retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung
batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel
fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat
hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).
KLASIFIKASI
ABLASIO RETINA
Dikenal ada
tiga bentuk umum ablasoi retina yaitu :
1. Ablasio retina regmatogenosa
Ablatio
Rhegmatogen merupakan ablasio yang terjadi setelah terbentuknya tulang atau
robekan dalam retina yang menembus sampai badan mata masuk ke ruang sub retina,
apabila cairan terkumpul sudah cukup banyak dapat menyebabkan retina terlepas. Pada ablasoi retina regmatogenosa akan
memberikan gejala terdapat gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat
seperti tabir yang menutup. Terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada
lapanganpenglihatan.Ablasi yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat
berbahaya Karena dapat mengagkat macula. Penglihatan akan turun secara akut
pada ablasi retina bila dilepasnya mengenai macula lutea. Pada pemeriksaan
funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarana pucat dengan pembuluh
darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Bila bola
mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang. Kadang-kadang
terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen
pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meningkat
bila telah terjadi neovaskularisasi glaucoma pada ablasi yang telah lama.
2. Ablasio retina traksi atau tarikan
Ablasio ini merupakan ablasio yang
terjadi karena lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut
pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun
tanpa rasa sakit.
3. Ablasio retina eksudasi
Ablasio retina eksudasi merupakan
ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya eksudasi dibawah retina dan mengangkat
retina. Pada ablasi tipe ini penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai
berat. Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya
berkurang atau hilang. Tabir yang
menutupi penglihatan dan seperti melihat pijaran api, penglihatan menurun
secara bertahap sesuai dengan daerah yang terkena, bila makula yang terkena
maka daerah sentral yang terganggu.
B. ETIOLOGI
Sebagian
besar lepasnya retina terjadi akibat adanya satu atau lebih robekan-robekan
kecil atau lubang-lubang di retina. Kadang-kadang proses penuan yang normalpun
dapat menyebabkan retina menjadi tipis dan kurang sehat, tetapi yang lebih
sering mengakibatkan kerusakan dan robekan pada retina adalah menyusutnya
korpus vitreum, bahan jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah mata.
Korpus vitreum erat melekat ke retina pada beberapa lokasi di sekeliling
dinding mata bagian belakang. Bila korpus vitreum menyusut, ia dapat menarik
sebagian retina bersamanya, sehingga menimbulkan robekan atau lubang pada
retina. Walaupun beberapa jenis penyusutan korpus vitreum merupakan beberapa
hal yang normal terjadi pada peningkatan usia dan biasanya tidak menimbulkan
kerusakan pada retina, korpus vitreum dapat pula menyusut pada bola mata yang
tumbuh menjadi besar sekali (kadang-kadang ini merupakan akibat dari rabun
jauh), oleh peradangan, atau karena trauma. Pada sebagian besar kasus retina
baru lepas setelah terjadi perubahan besar struktur korpus vitreum. Bila sudah
ada robekan-robekan retina cairan encer seperti air dapat masuk dari korpus
vitreum kelubang di retina dan dapat mengalir diantara retina dan dinding
bagian belakang. Cairan ini akan memisahkan retina dari dinding mata bagian
belakang dan mengakibatkan retina lepas. Bagian retina yang terlepas tidak akan
berfungsi dengan baik dan di daerah itu timbul penglihatan kabur atau daerah
buta.
Ablasio retina merupakan masalah mata
yang serius dan dapat terjadi pada usia berapapun, walaupun biasanya terjadi
pada orang usia setengah baya atau lebih tua. Kejadian ini juga lebih besar
kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) atau
berkacamata minus dan pada orang-orang yang anggota keluarganya ada yang pernah
mengalami lepas retina. Lepasnya retina dapat pula terjadi akibat pukulan yang
keras. Selain itu, walaupun agak jarang, kondisi ini dapat merupakan penyakit
keturunan yang bahkan dapat terjadi pada bayi dan anak-anak. Bila tidak segera
dilakukan tindakan, lepasnya retina akan mengakibatkan cacat penglihatan atau
kebutaan. Penyebab lain ablasio retina seperti trauma mata, abalisio retina
pada mata yang lain, pernah mengalami operasi mata, ada daerah retina yang
tipis/lemah yang dilihat oleh dokter mata, robekan retina, komplikasi, diabetus
melitus paradangan, pada usia lanjut (perubahan degeneratif dalam vitreus atau
retina), malformasi kongenital, kelainan metabolisme, penyakit vaskuler, dan
inflanmasi intraokuler neoplasma.
C.
EPIDEMIOLOGI
Istilah
“ablasio retina” (retinal detachment) menandakan pemisahan retina sensorik,
yaitu fotoreseptor dan lapisan jaringan bagian dalam, dari epitel pigmen retina
dibawahnya. Terdapat tiga jenis utama ablasi retina yaitu : ablasio retina
regmategenosa, ablasio retina traksi (tarikan) dan ablasi retina eksudatif.
Insiden ablasio retina sekitar 1 dari 15.000
populasi di Amerika, sedangkan prevalensinya 0,3 % dari keseluruhan populasi.
Sumber lain menyatakan bahwa insiden ablasio retina 12,5kasus per 100.000 orang
pertahun atau sekitar 28.000 kasus pertahun di Amerika.
Ablasio
retina regmatogenosa merupakan penyebab tersering dari kedua bentuk ablasio
retina yang lain. Sekitar 1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio
retina regmatogenosa. Kemungkinan ini akan meningkat jika pada pasien yang;
memiliki miopa yang tinggi, telah menjalani operasi katarak, terutama jika
operasi ini mengalami komplikasi kehilangan vitreous, pernah mengalami ablasio
retina pada mata kontralateral dan baru mengalami trauma mata berat.
Ablasio
retina jarang terjadi pada populasi umum, meskipun kadang mengenai anak-anak,
namun insidens ablasio retina meningkat seiring bertambahnya umur dan mencapai
maksimum pada kelompok usia 50-60 tahun. Kejadian ablasio retina sedikit
meningkat pada usia pertengahan (usia 20-30 tahun) akibat trauma.
Sekitar
satu dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina regmatogenesa.
Kemungkinan ini akan meningkat pada pasien :
·
Miopia
tinggi
·
Telah
menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami komplikasi kehilangan vitreus
·
Pernah
mengalami ablasio retina pada mata kontralateral
·
Baru
mengalami trauma mata berat
·
Leukimia
·
Tumor
·
Prematuritas
·
Penyakit
sistemik seperti diabetes ( retinopati diabetes )
D.
PATOFISIOLOGI
Retina adalah jaringan tipis dan
transparan yang peka terhadap cahaya, yang terdiri dari sel-sel dan serabut
saraf. Retina melapisi dinding mata bagian dalam seperti kertas dinding
melapisi dinding rumah. Retina berfungsi seperti lapisan film pada kamera foto:
cahaya yang melalui lensa akan difokuskan ke retina. Sel-sel retina yang peka
terhadap cahaya inilah yang menangkap “gambar” dan menyalurkannya ke otak
melalui saraf optik. Sebab dan Gejala Lepasnya Retina Sebagian besar lepasnya
retina terjadi akibat adanya satu atau lebih robekan-robekan kecil atau
lubang-lubang di retina. Kadang-kadang proses penuaan yang normal pun dapat
menyebabkan retina menjadi tipis dan kurang sehat, tetapi yang lebih sering
mengakibatkan kerusakan dan robekan pada retina adalah menyusutnya korpus
vitreum, bahan jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah mata. Korpus
vitreum erat melekat ke retina pada beberapa lokasi di sekeliling dinding mata
bagian belakang. Bila korpus vitreum menyusut, ia dapat menarik sebagian retina
bersamanya, sehingga menimbulkan robekan atau lubang pada retina. Walaupun
beberapa jenis penyusutan korpus vitreum merupakan hal yang normal terjadi pada
peningkatan usia dan biasanya tidak menimbulkan kerusakan pada retina, korpus viterum
dapat pula, menyusut pada bola mata yang tumbuh menjadi besar sekali
(kadang-kadang ini merupakan akibat dari rabun jauh), oleh peradangan, atau
karena trauma. Pada sebagian besar kasus retina baru lepas setelah terjadi
perubahan besar struktur korpus vitreum.
Bila sudah ada robekan-robekan
retina, cairan encer seperti air dapat masuk dari korpus vitreum ke lubang di
retina dan dapat mengalir di antara retina dan dinding mata bagian belakang.
Cairan ini akan memisahkan retina dari dinding mata bagian belakang dan
mengakibatkan retina lepas. Bagian retina yang terlepas tidak akan berfungsi
dengan baik dan di daerah itu timbul penglihatan kabur atau daerah buta. Perlu
diketahui bahwa ada beberapa jenis lepasnya retina yang disebabkan oleh
penyakit mata lain, seperti tumor, peradangan hebat, atau sebagai komplikasi
dari diabetes. Ini disebut ablasio retina sekunder. Dalam hal ini tidak
ditemukan robekan ataupun lubang-lubang di retina, dan retina hanya bisa
kembali ke posisinya yang normal dengan mengobati penyakit yang menyebabkan
lepasnya retina.
E.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala
pertama penderita ini melihat kilatan - kilatan bintik hitam mengapung dan
cahaya. Pada beberapa penderita lepasnya retina mungkin terjadi tanpa didahului
oleh terlihatnya bintik bintik hitam (floaters) ataupun kilatan cahaya yang
nyata. Dalam hal ini penderita mungkin menyadari penglihatannya seolah - olah
pinggir. Perkembangan lepasnya retina yang lebih lanjut akan mengaburkan
penglihatan sentral dan menimbulkan kemunduran penglihatan. Penglihatan seperti
ada lapisan hitam yang menutupi sebagian atau seluruh pandangan seperti
terhalang tirai/bergelombang.
F.
PENATALAKSANAAN (TERAPI)
Setelah
dilakukan pemeriksaan penunjang ditemukan terjadi robekan retina, maka pengobatan
pada ablasio retina adalah dengan tindakan pembedahan atau operasi. Tujuan
operasi adalah untuk mengeluarkan cairan sub retina, menutup lubang atau
robekan dan untuk melekatkan kembali retina. Hal ini dikarenakan jarang terjadi
pertautan kembali secara spontan. Ada beberapa
prosedur bedah yang dapat digunakan. Prosedur yang dipilih tergantung pada
beratnya lepas retina dan pertimbangan dokter. Fotokoagulasi Laser Bila
ditemukan robekan-robekan kecil di retina dengan sedikit atau tanpa lepasnya
retina, maka robekan ini dapat direkatkan lagi dengan sinar laser. Laser akan
menempatkan luka bakar-luka bakar kecil di sekeliling pinggir robekan. Luka
bakar ini akan menimbulkan jaringan parut yang mengikat pinggiran robekan dan
mencegah cairan lewat dan berkumpul di bawah retina. Bedah laser oftalmologi
sekarang biasanya dilakukan sebagai tindakan pada pasien berobat jalan dan
tidak memerlukan sayatan bedah. Pembekuan (Kriopeksi) Membekukan dinding bagian
belakang mata yang terletak di belakang robekan retina, dapat merangsang
pembentukan jaringan parut dan merekatkan pinggir robekan retina dengan dinding
belakang bola mata. Pembekuan biasanya dilakukan dengan prosedur pasien berobat
jalan tetapi memerlukan pembiusan setempat pada mata.
Tindakan bedah bila cukup banyak cairan
telah terkumpul di bawah retina dan memisahkan retina dengan mata bagian
belakang, maka diperlukan operasi yang lebih rumit untuk mengobati lepas retina
itu. Teknik operasinya bermacam-macam, tergantung pada luasnya lapisan retina
yang lepas dan kerusakan yang terjadi, tetapi semuanya dirancang untuk menekan
dinding mata ke lubang retina, menahan agar kedua jaringan itu tetap menempel
sampai jaringan parut melekatkan bagian robekan. Kadang-kadang cairan harus
dikeluarkan dari bawah retina untuk memungkinkan retina menempel kembali ke
dinding belakang mata. Seringkali sebuah pita silikon atau bantalan penekan
diletakkan di luar mata untuk dengan lembut menekan dinding belakang mata ke
retina. Dalam operasi ini dilakukan pula tindakan untuk menciptakan jaringan
parut yang akan merekatkan robekan retina, misalnya dengan pembekuan, dengan
laser atau dengan panas diatermi (aliran listrik dimasukkan dengan sebuah
jarum).
Jenis
pembedahan ablasio retina:
1.
Pneumoretinopeksi
Operasi singkat untuk melekatkan
kembali retina yang lepas (ablasio retina).
2.
Vitrektomi
Operasi ini memerlukan alat khusus, ahli bedah akan
melakukan operasi didalam rongga bola mata untuk membersihkan vitreus yang
keruh, melekatkan kembali vitreus yang mengalami ablasio, mengupas jaringan
ikat dari permukaan retina, dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan.
3.
Sclera
Buckling
Operasi untuk melekatkan kembali retina yang lepas. Sclera buckling
Merupakan suatu
bentuk tehnik dengan jalan sclera dipendekkan, lengkungan terjadi dimana
kekuatan pigmen epithelium lebih menutup retina, mengatasi pelepasan retina dan
menempatkan posisi semula, maka sebuah silikon kecil diletakkan pada sclera dan
diperkuat dengan membalut melingkar. Peralatan tersebut dapat mempertahankan
agar retina tetap berhubungan dengan koroid dan sclera eksudat dari pigmen
epithelium lebih menutup sclera.
4.
Photocoagulasi
Suatu sorotan cahaya
dengan laser menyebabkan dilatasi pupil. Dilakukan dengan mengarahkan sinar
laser pada epithelium yang mengalami pigmentasi. Epithelium menyerap sinar
tersebut dan merubahnya dalam bentuk panas. Metode ini digunakan untuk menutup
lubang dan sobekan pada bagian posterior bola mata.
5. Elektrodiatermi
Dengan menggunakan jarum
elektroda, melalaui sclera untuk memasukkan cairan subretina dan mengeluarkan suatu
bentuk eksudat dari pigmen epithelium yang menempel pada retina.
6.
Cyro
Surgery
Suatu pemeriksaan super
cooled yang dilakukan pada sclera, menyebabkan kerusakan minimal seperti suatu
jaringan parut, pigmen epithelium melekat pada retina.
7.
Cerclage
Operasi yang dikerjakan
untuk mengurangi tarikan badan kaca. Pada keadaan cairan retina yang cukup
banyak dapat dilaksanakan phungsi lewat sclera.
G.
ASUHAN KEPERAWATAN
Suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan
keperawatan yang mempunyai empat tahapan yang terdiri dari pengkajian,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Lismidar,1990).
1.
PENGKAJIAN
Merupakan tahap awal dari landasan proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu, pengumpulan data,
pengelompokan data, dan perumusan diagnosis keperawatan (Lismidar, 1990).
a. Pengumpulan data
1)
Identitas pasien
Meliputi nama, umur untuk mengetahui
angka kejadian pada usia keberapa, jenis kelamin untuk membandingkan angka
kejadian antara laki-laki dan perempuan, pekerjaan untuk mengetahui apakah
penderita sering menggunakan tenaga secara berlebihan atau tidak.
2)
Riwayat
penyakit sekarang
Pada pengkajian ini yang perlu
dikaji adanya keluhan pada penglihatan seperti penglihatan kabur, melihat
kilatan–kilatan kecil, adanya tirai hitam yang menutupi area penglihatan,
adanya penurunan tajam penglihatan.
3)
Riwayat
penyakit dahulu
Adakah riwayat penyakit dahulu yang
diderita pasien yang berhubungan dengan timbulnya ablasio retina yaitu adanya
miopi tinggi, retinopati, trauma pada mata.
4)
Riwayat
penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga lain yang
mengalami penyakit seperti yang dialami pasien dan miopi tinggi.
5)
Riwayat
psikososial dan spiritual
Bagaimana hubungan pasien dengan
anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun sesudah sakit.
Apakah pasien mengalami kecemasan, rasa takut, kegelisahan karena penyakit yang
dideritanya dan bagaimana pasien menggunakan koping mekanisme untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
6)
Pola-pola
fungsi kesehatan
Masalah yang sering muncul pada
pasien dengan post ablasio retina apabila tidak terdapat komplikasi, adalah
sebagai berikut :
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana persepsi pasien tentang
hidup sehat, dan apakah dalam melaksanakan talaksana hidup sehat penderita
membutuhkan bantuan orang lain atau tidak.
b. Pola tidur dan istirahat
Dikaji berapa lama tidur, kebiasaan
disaat tidur dan gangguan selama tidur sebelum pelaksanaan operasi dan setelah
palaksanaan operasi. Juga dikaji bagaimana pola tidur dan istirahat selama
masuk rumah sakit.
c. Pola aktifitas dan latihan
Apa saja kegiatan sehari-hari pasien
sebelum masuk rumah sakit. Juga ditanyakan aktifitas pasien selama di rumah
sakit, sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
d. Pola hubungan dan peran
Bagaimana hubungan pasien dengan
lingkungan sekitarnya. Apakah peranan pasien dalam keluarga dan masyarakat.
Juga ditanyakan bagaimana hubungan pasien dengan pasien lain dirumah
sakit,sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana body image, harga diri,
ideal diri, dan identitas diri pasien. Apakah ada perasaan negatif terhadap
dirinya. Juga bagaimana pasien menyikapi kondisinya setelah palaksanaan
operasi.
f. Pola sensori dan kognitif
Bagaimana daya penginderaan pasien.
Bagaimana cara berpikir dan jalan pikiran pasien.
g. Pola penanggulangan stress
Bagaimana pasien memecahkan masalah
yang dihadapi dan stressor yang paling sering muncul pada pasien.
7) Pemeriksaan
1. Status kesehatan umum
Bagaimana keadaan penyakit dan
tanda-tanda vitalnya.
Pemeriksaan mata
2. Pemeriksaan
Pada mata dibagi berdasarkan segmen-segmen, yaitu
a) Pemeriksaan segmen anterior :
1.
Adanya
pembengkakan pada palpebrae atau tidak, biasanya pada klien post operasi
ablasio retina, palpebraenya akan bengkak.
2.
Keadaan
lensa, bila tidak ada konplikasi lain, maka keadaan lensanya adalah jernih.
3.
Bagaimana
keadaan pupilnya, pupil pada klien ablasio retina yang telah masuk rumah sakit
akan melebar sebagai akibat dari pemberian atropin.
4.
Kamera
Okuli Anteriornya biasanya dalam.
5.
Bagaimana
keadaan konjungtivanya, biasanya pasien post operasi akan mengalami hiperemi
pada konjungtivanya.
b) Pemeriksaan segmen posterior
1.
Corpus
vitreum ada kelainan atau tidak.
2.
Ada
atau tidak pupil syaraf optiknya.
c) Pemeriksaan diagnostik
1.
Visus,
untuk mengetahui tajam penglihatan, adakah penurunan atau tidak dan untuk
mengetahui sisa penglihatan yang masih ada. Pengujian ini dengan menggunakan
kartu snelen yang dibuat sedemikian rupa sehingga huruf tertentu yang dibaca
dengan pusat optik mata membentuk sudut 500 untuk jarak tertentu.
Pada ablasio retina didapatkan penurunan tajam penglihatan.
2.
Fundus
kopi, untuk mengetahui bola mata seperti warna retina, keadaan retina, reflek
dan gambaran koroid.
b.
Analisis
data
Setelah pengumpulan data dilakukan,
kemudian data tersebut dikelompokkan dan dianalisis. Data tersebut
dikelompokkan menjadi dua jenis. Yang pertama adalah data subyektif, yaitu data
yang diungkapkan oleh pasien dan data obyektif, yaitu data yang didasarkan pada
pengamatan penulis. Data tersebut dikelompokkan berdasarkan peranannya dalam
menunjang suatu masalah, dimana masalah tersebut berfokus kepada pasien dan
respon yang tampak pada pasien.
c.
Diagnosis
keperawatan
Dari hasil analisis data diatas,
dapat dirumuskan menjadi diagnosis keperawatan sebagai berikut :
1.
Gangguan
rasa nyaman (nyeri) berhubungan
dengan luka post operasi ablasio retina.
2.
Resiko
terjadi infeksi berhubungan adanya luka operasi ablasio retina.
3.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan bed rest total.
4.
Resiko cedera berhubungan
dengan penurunan ketajaman penglihatan
5.
Kecemasan
berhubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.
6.
Harga
diri rendah berhubungan
dengan kerusakan penglihatan.
2.
PERENCANAAN
Tahap
perencanaan meliputi prioritas diagnosis keperawatan, tujuan dilakukan asuhan
keperawatan, dan kriteria hasil yang diharapkan dari pasien serta merumuskan
rencana tindakan keperawatan yang akan terjadi.
a.
Diagnosis
Keperawatan Pertama
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan luka post operasi ablasio retina.
·
Tujuan
Rasa nyeri pasien hilang atau berkurang sehingga dapat
meningkatkan rasa kenyamanan pasien.
·
Kriteria
Hasil
1.
Secara
verbal pasien mengatakan rasa nyaman terpenuhi.
2.
Secara
verbal pasien mengatakan rasa nyeri hilang atau berkurang.
·
Rencana
Tindakan
1.
Kolaborasi
dengan individu untuk menjelaskan metode apa yang digunakan untuk menurunkan
intensitas nyeri (relaksasi,distraksi)
2.
Kolaborasi
dengan tim dokter untuk memberikan analgesik pada penurunan rasa nyeri yang
optimal.
3.
Pantau
tekanan darah setiap 4 jam.
·
Rasional
1.
Untuk
mengetahui keinginan pasien akan jenis tehnik penurun nyeri yang diinginkan
pasien.
2.
Tim
dokter dapat menentukan menentukan jenis analgesik yang diperlukan pasien.
3.
Rasa
nyeri dapat menaikkan tekanan darah pasien.
b.
Diagnosis
Keperawatan Kedua
Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi
ablasio retina.
·
Tujuan
Tidak terjadi infeksi pada luka post operasi ablasio
retina.
·
Kriteria
Hasil
1.
Pasien
mampu melaporkan adanya tanda-tanda infeksi, seperti rasa nyeri, bengkak,
panas.
2.
Tidak
didapatkan adanya tanda-tanda infeksi.
·
Rencana
Tindakan
1.
Pantau
adanya tanda-tanda infeksi seperti, kemerahan, bengkak, nyeri, panas.
2.
Kaji
status nutrisi pasien.
3.
Instruksikan
pada pasien pada pasien dan keluarga pasien
untuk melakukan tindakan aseptik yang sesuai.
4.
Gunakan
tehnik aseptik selama mengganti balutan.
5.
Kolaborasi
dengan tim dokter dalam pemberian antibiotik.
6.
Rawat
luka setiap hari.
7.
Kaji
lingkungan pasien yang dapat menimbulkan infeksi.
·
Rasional
1. Infeksi yang lebih dini diketahui akan lebih mudah
penanganannya.
2. Pemberian asupan kalori dan protein yang sesuai dengan
kebutuhan dapat menunjang proses penyembuhan pasien .
3. Untuk mencegah kontaminasi.
4. Tehnik aseptik dapat mencegah terjadinya infeksi
nosokomial.
5. Tim dokter dapat menentukan jenis antibiotik yang sesuai
dengan kondisi pasien.
6. Rawat luka setiap hari dapat mencegah masuknya kuman.
7. Kondisi lingkungan pasien yang jelek dapat menimbulkan
infeksi nosokomial.
c.
Diagnosis
Keperawatan Ketiga
Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan bed rest
total.
·
Tujuan
Pasien dapat memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan
kondisinya.
·
Kriteria
Hasil
Secara verbal, pasien mengatakan dapat memenuhi kebutuhan
diri yang sesuai dengan kondisinya.
·
Rencana
Tindakan
1. Latih pasien untuk dapat melakukan latihan yang sesuai
dengan kondisinya.
2. Orientasikan lingkungan sekitar kepada pasien.
·
Rasional
1. Dengan latihan yang baik, pasien akan mampu memaksimalkan
kemampuannya untuk memenuhi kebutuhannya yang sesuai dengan kondisinya.
2. Pengenalan pada lingkungan akan membantu pasien dalam
memenuhi kebutuhan dirinya.
d.
Diagnosis
Keperawatan Keempat
Resiko cedera berhubungan dengan penurunan ketajaman
penglihatan.
·
Tujuan
Tidak terjadi kecelakaan atau cedera pada pasien.
·
Kriteria
Hasil
1. Tidak terjadi perlukaan pada pasien.
2. Pasien dapat mengetahui faktor yang dapat menyebabkan
perlukaan.
·
Rencana
Tindakan
1. Periksa adanya perlukaan.
2. Orientasikan pada pasien lingkungan sekitarnya.
3. Hindari ketegangan pada pasien.
·
Rasional
1. Dengan mengkaji perlukaan dapat mencegah terjadinya
perlukaan yang lebih parah.
2. Diharapakan pasien dapat dapat mengenal lingkungannya
sehingga akan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan.
3. Ketegangan dapat menyebabkan kecelakaan.
e.
Diagnosis
Keperawatan Kelima
Kecemasan berhubungan
dengan ancaman kehilangan penglihatan.
·
Tujuan
Cemas berkurang atau hilang.
·
Kriteria
Hasil
1. Pasien mampu menggunakan koping yang efektif.
2. Pasien tidak tampak murung.
3. Pasien dapat tidur dengan tenang.
·
Rencana
Tindakan
1. Monitor tingkat kecemasan pasien melalui observasi respon
fisiologis.
2. Beri informasi yang jelas sesuai dengan tingkat
pengetahuan pasien tentang penyakit yang dideritanya.
·
Rasional
1. Dengan monitor tingkat kecemasan dapat diketahui berapa
besar stressor yang dihadapi pasien.
2. Pemberian informasi dapat mengurangi kecemasan pasien.
f.
Diagnosis
Keperawatan Keenam
Harga
diri rendah berhubungan dengan
kerusakan penglihatan.
·
Tujuan
Pasien dapat mencapai kembali citra diri yang optimal.
·
Kriteria
Hasil
1. Pasien mampu mengekspresikan tentang perubahan dan
perkembangan kearah penerimaan.
2. Pasien mampu menunjukkan rerspon yang adaptif terhadap
perubahan citra diri.
·
Rencana
Tindakan
1. Sediakan waktu bagi pasien untuk mengungkapkan
perasaannya.
2. Tingkatkan hubungan dan dorongan dari orang terdekat.
3. Bantu pasien dalam diskusi dan penerimaan perubahan
ketajaman penglihatan.
4. Dorong kemandirian yang ditoleransi.
·
Rasional
1. Hal ini dapat menumbuhkan perasaan pada pasien bahwa
masih ada orang yang menaruh perhatian pada pasien.
2. Orang terdekat mampu mengangkat kepercaayaan diri pasien.
3. Dari diskusi yang dilakukan diharapkan pasien dapat
mengungkapkan perasaannya dan dapat mencari jalan keluar dari masalah yang
dihadapi.
4. Untuk menumbuhkan kepercayaan diri pasien.
3.
PELAKSANAAN
Tahap
perencaan ini merupakan tindakan keperawatan yang nyata kepada pasien yang merupakan
perwujudan dari segala tindakan yang telah direncanakan pada tahap perencanaan.
4.
EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap
akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan tindakan yang kontinu dan
melibatkan seluruh tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanganan pasien,
termasuk pasien itu sendiri. Pada tahap ini akan kita ketahui sejauh mana keberhasilan
asuhan keperawatan yang kita laksanakan.
Sedangkan hasil yang kita harapkan adalah :
a. Rasa nyeri pasien berkurang atau hilang sehingga
meningkatkan rasa nyaman.
b. Tidak terjadi infeksi.
c. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan
kondisinya.
d. Rasa cemas pasien hilang atau berkurang.
e. Pasien dapat mencapai harga diri yang optimal.
f. Tidak terjadi pencederaan diri.
Comments
Post a Comment