Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Persalinan Normal


A.    Konsep Dasar Persalinan
  1. Pengertian
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. (Prawirohardjo, 2001).
Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban di dorong keluar melalui jalan lahir. (Prawirohardjo, 2001).
Laporan-Pendahuluan-Asuhan-Keperawatan-Persalinan-Normal
Pesalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. (Prawirohardjo, 2001).
Pesalinan normal (partus spontan) adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala yang dapat hidup dengan tenaga ibu sendiri dan uri,tanpa alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam melalui jalan lahir.
Persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu :
·                                       Kala I :       Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase : Fase Laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm dan Fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 cm sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama Fase aktif.
·                                       Kala II :     Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.
·                                       Kala III :Dimulai segera setelah lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
·                                       Kala IV :    Dimulai saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum.


  1. Penyebab
Penyebab timbulnya persalinan sampai sekarang belum diketahui secara pasti/jelas. Terdapat beberapa teori antara lain : (Rustam Muchtar, 1998).
    1. Penurunan kadar progesteron :
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya Estrogen meninggikan kerentanan otot rahim.
Selama kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar Progesteron dan Estrogen di da;lam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar Progesteron menurun sehingga timbul his.
    1. Teori oxytocin :
Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah. Oleh karena itu timbul kontraksi otot-otot rahim.
    1. Keregangan otot-otot :
Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung bila dindingnya teregang oleh karena isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya kehamilan makin teregang otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan.
    1. Pengaruh janin :
Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang peranan oleh karena pada anencephalus kehamilan sering lebih lama dari biasa.
    1. Teori Prostaglandin :
Prostaglandin yang dihasilkan oleh decidua, disangka menjadi salah satu sebab permulaan persalinan.
Hasil dari percobaan menunjukkan bahwa Prostaglandin F2 dan E2 yang diberikan secara intra vena, intra dan extraamnial menimbulkan kontraksi myometrium pada setiap umur kehamilan. Hal ini juga di sokong dengan adanya kadar Prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban maupun darah perifer pada ibu-ibu hamilsebelum melahirkan atau selama persalinan.


  1. Mekanisme Persalinan (Cunningham, Mac Donald & Gant, 1995)
Mekanisme Persalinan adalah proses keluarnya bayi dari uterus ke dunia luar pada saat persalinan.
Gerakan utama pada Mekanisme Persalinan :
1.         Engagement
·           Diameter biparietal melewati PAP
·           Nullipara terjadi 2 minggu sebelum persalinan
·           Multipara terjadi permulaan persalinan
·           Kebanyakan kepala masuk PAP dengan sagitalis melintang pada PAP-Flexi Ringan.
2.         Descent (Turunnya Kepala)
·           Turunnya presentasi pada inlet
Disebabkan oleh 4 hal :
a.         Tekanan cairan ketuban
b.         Tekanan langsung oleh fundus uteri
c.         Kontraksi diafragma dan otot perut (kala II)
d.        Melurusnya badan janin akibat kontraksi uterus.
·           Synclitismus dan Asynclitismus
§   Synclitismus
q   Sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir tepat antara symplusis dan promotorium.
q   Os Parietal depan dan belakang sama tinggi.
§   Asynclitismus
Jika Sutura sagitalis agak ke depan mendekati symplusis atau agak kebelakang mendekati promotorium.
q   Asynclitismus Posterior
Sutura sagitalis mendekati simplusis, Os parietal belakang lebih rendah dari Os parietal depan.
q   Asynclitismus Anterior
Sutura sagitalis mendekati promotorium sehingga Os parietal depan > Os parietal belakang.
3.         Flexion
Majunya kepala ® mendapat tekanan dari servix, dinding panggul atau dasar panggul ® Flexi (dagu lebih mendekati dada).
Keuntungan : Ukuran kepala yang melalui jalan lahir lebih kecil
(D. SOB = 9,5 cm) ® Outlet.
4.         Internal Rotation
·      Bagian terrendah memutar ke depan ke bawah symphisis
·      Usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir
(Bidang tengah dan PBP)
·      Terjadinya bersama dengan majunya kepala
·      Rotasi muka belakang secara lengkap terjadi setelah kepala di dasar panggul.
5.         Extension
·      Defleksi kepala
·      Karena sumbu PBP mengarah ke depan dan atas
·     

Kekuatan kedepan atas
 
Dua kekuatan kepala
§   Mendesak ke bawah
§   Tahanan dasar panggul menolak ke atas
·      Setelah sub occiput tertahan pada pinggir bawah symphisis sebagai Hypomoclion ® lahir lewat perinium = occiput, muka dagu.
6.         External Rotation
·      Setelah kepala lahir ® kepala memutar kembali ke arah panggul anak untuk menghilangkan torsi leher akibat putaran paksi dalam
·      Ukuran bahu menempatkan pada ukuran muka belakang dari PBP.
7.         Expulsi
·      Bahu depan di bawah symphisis ® sebagai Hypomoklion ® lahir ® bahu belakang, bahu depan ® badan seluruhnya.



B.     Konsep Asuhan Keperawatan Klien Dengan Persalinan Fisiologis
Dalam melaksanakan asuhan keparawatan pada klien dengan persalinan fisiologis, penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan langkah langkah; pengkajian data,diagnosa , perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil tindakan keperawatan yang dilaksanakan secara sistematis dan berkelanjutan.
1.         Pengkajian.
a.          Pengumpulan data.
(1)      Biodata meliputi:
Nama agar dapat lebih mudah memanggil, mengenali klien antara yang satu dengan yang lain agar tidak keliru. Umur mengetahui usia ibu apakah termasuk resiko tinggi / tidak. Pendidikan pemberian informasi yang tepat bagi klien. Penghasilan mengetahui bagaimana  taraf hidup dan sosial ekonomi klien. Pada pesalinan fisiologis biodta didapatkan; Umur dalam kategori usia subur (15 – 49 tahun). Bila didapatkan terlalu muda (kurang dari 20 tahun) atauterlalu tua (lebih dari 35 tahun) merupakan keompok resiko tinggi. (Depks RI, 1993: 65).
(2)      Keluhan Utama.
Pada umumnya klien mengeluh nyeri pada daerah pinggang menjalar ke perut, adanya his yang makin sering, teratur, keluarnya lendir dan darah, perasaan selalu ingin buang air kemih, bila buang air kemih hanya sedikit-sedikit (Cristina’s Ibrahim, 1993,7).
(3)      Riwayat penyakit sekarang .
Dalam pengkajian ditemukan ibu hamil dengan usia kehamilan anatara 38 –42 minggu (Cristina’s Ibrahim, 1993,3) disertai tanda-tanda menjelang persalinan yaitu nyeri pada daerah pinggang menjalar ke perut, his makin sering, tertaur, kuat, adanya show (pengeluaran darah campur lendir).kadang ketuban pecah dengan sendirinya. (Ida Bagus Gde Manuaba, 1998; 165).
(4)      Riwayat penyakit dahulu.
Adanya penyakit jantung, Hypertensi, Diabitus mielitus, TBC, Hepatitis, penyakit kelamin, pembedahan yang pernah dialami, dapat memperberat persalinan. (Depkes RI, 1993:66).
(5)      Riwayat penyakit keluarga.
Adanya penyakit jantung, hipertensi, diabitus mielitus, keturunan hamil kembar pada klien, TBC, Hepatitis, Penyakit kelamin, memungkinkan penyakit tersebut ditularkan pada klien, sehingga memperberat persalinannya. Depkes RI, 1993,66).
(6)      Riwayat Obstetri.
v  Riwayat haid.
Ditemukan amenorhhea (aterm 38-42 minggu) (Cristina’s Ibrahim, 1993,3), prematur kurang dari 37 minggu (D.B. Jellife, 1994:28).
v  Riwayat kebidanan.
Adanya gerakan janin, rasa pusing,mual muntah, daan lain-lain. Pada primigravida persalinan berlangsung 13-14 jam dengan pembukaan 1cm /jam, sehingga pada multigravida berlangsung 8 jam dengan 2 cm / jam (Sarwono Prawirohardjo, 1999,183).
(7)      Riwayat psikososialspiritual dan budaya.
Perubahan psikososial pada trimester I yaitu ambivalensi, ketakutaan dan fantasi . Pada trimester II adanya ketidak nyamanan kehamilan (mual, muntah), Narchisitik, Pasif dan introvert. Pada trimester III klien merasa tidak feminin lagi karena perubahan tubuhnya,ketakutan akan kelahiran bayinya,distress keluarga karena adaanya perasaan sekarat selama persalinan berlangsung (Sharon J Reeder Et all, 1987: 302).
(8)      Pola Kebutuhan sehari-hari.
v Nutrisi.
Adanya his berpengaruh terhadapkeinginan atau selera makan yang menurun. (Sharon J Reeder Et all, 1987: 405).
v Istirahat tidur.
Klien dapat tidur terlentang,miring ke kanan / kiri tergantung pada letak punggung anak,klien sulit tidur terutama kala I – IV. (Sarwono Prawirohardjo, 1999,192).
v Aktivitas.
Klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktivitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, tidak mebuat klien cepat lelah, capai, lesu. Pada kala I apabila kepala janin telah masuk sbagian ke dalam PAP serta ketuban pecah, klien dianjurkan duduk / berjalan-jalan disekitar ruangan / kamar bersalin. (Sarwono Prawirohardjo, 1999,192). Pada kala II kepala janin sudah masuk rongga PAP klien dalam posisi miring ke kanan / kiri . (Sarwono Prawirohardjo, 1999,195).
v Eliminasi.
Adanya perasaan sering / susah kencing selama kehamilan dan proses persalinan (Chritina”s Ibrahim, 1993:7). Pada akhir trimester III dapat terjadi konstipasi. (Sharon J Reeder Et all, 1987: 406).
v Personal Hygiene.
Kebersihan tubuih senantiasa dijaga kebersihannya. Baju hendaknya yang longgar dan mudah dipakai, sepatu / alas kaki dengan tumit tinggi agar tidak dipakai lagi. (Sarwono Prawirohardjo, 1999,160).
v Seksual.
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual / fungsi dari sek yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas. (Sharon J Reeder Et all, 1987: 285).
(9)      Pemeriksaan.
v  Pemeriksaan umum meliputi:
·          Tinggi badan dan berat badan.
Ibu hamil yang tinggi badanya kurang dari 145 cm terlebih pada kehamilan pertama, tergolong resiko tinggi karena kemungkinan besar memiliki panggul yang sempit. Berat badan ibu perlu dikontrol secara teratur dengan peningkatan berat badan selama hamil antara 10–12 kg. ( Depkes RI, 19993: 67).
·          Tekanan Darah.
Tekanan darah diukur pada akhir kala II yaitu setelah anak dilahirkan biasanya tekanan darah akan naik kira-kira 10 mmHg (Cristina’s Ibrahim, 1993,:45).
·          Suhu badan nadi dan pernafasan.
Pada penderita dalam keadaan biasa suhu badan anatara 360-370 C, bila suhu lebih dari 375C dianggap ada kelainan. Kecuali bagi klien setelah melahirkan suhu badan 375C- 378C masih dianggap normal karena kelelahan. (Cristina’s Ibrahim, 1993,:46). Keadaan nadi biasanya mengikuti keadaan suhu, Biola suhuu naik keadaan nadi akan bertambah pula dapat disebabkan karena adanya perdarahan. (Cristina’s Ibrahim, 1993,:46).
Pada klien yang akan bersalin / bersalin pernafasanannya agak pendek karena kelelahan, kesakitan dan karena membesarnya perut (Cristina’s Ibrahim, 1993,:45), pernafasan normal antara 80 – 100 X / menit, kadang meningkat menjadi normal kembali setelah persalinan, dan diperiksa tiap 4 jam.
b.         Pemeriksaan fisik.
(1)      Kepala dan leher.
Terdapat adanya cloasma gravidarum, terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva kadang pucat, sklera kuning, hiperemis ataupun normal, hidung ada polip atau tidak, caries pada gigi, stomatitis, pembesaran kelenjar. ( Depkes RI, 19993: 69).
(2)      Dada.
Terdapat adanya pembesaran pada payudara, adanya hiperpigmentasi areola dan papila mamae serta ditemukan adanya kolustrum. ( Depkes RI, 1993: 69).
(3)      Perut.
Adanya pembesaran pada perut membujur, hyperpigmentasi linea alba / nigra, terdapat striae gravidarum. ( Depkes RI, 1993: 70).
Palpasi : usia kehamilan aterm 3 jari bawah prosesus xypoideus, usia kehamilan prematur pertengahan pusat dan prosesus xypoideus, punggung kiri / punggung kanan , letak kepala, sudah masuk PAP atau belum. Adanya his yang makin lama makin sering dan kuat. (Cristina’s Ibrahim, 1993,: 7).
Auskultasi : ada / tidaknya DJJ,frekwensi antara 140 – 160 x / menit . (Depkes RI, 1993: 75).
(4)      Genetalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran  air ketuban. Bila terdapat pengeluaran mekonium yaitu feses yang dibnetuk anak dalam kandungan, menandakan adannya kelainan letak anak. (Cristina’s Ibrahim, 1993,:50).
Pemeriksaan dalam untuk  mengetahui jauhnya dan kemajuan persalinan, keadaan servic, panggul serta keadaan jalan lahir.(Depkes RI, 1993: 76).
(5)      Ekstremitas.
Pemeriksaan udema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karena pre eklamsia atau karena karena penyakit jantung / ginjal. (Cristina’s Ibrahim, 1993,:47). Ada varices pada ekstremitas bagian bawah karena adanya penekanan dan pembesaran uterus yang menekan vena abdomen (Sharon J Reeder Et all, 1987: 412).
c.          Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan darah meliputi haemoglobin, faktor Rh, Jenis penentuan, waktu pembekuan, hitung darah lengkap, dan kadang-kadang pemeriksaan serologi untuk sifilis. (Persis Mary Hamilton, 1995: 151).
2.        Diagnosa Keperawatan.
d.         Kala I (Sharon J Reeder Et all, 1987: 476).
(1)      Perubahan perfusi jaringan : peredaran darah ke plasenta, secundair terhadap posisi ibu selama proses persalinan.
(2)      Defisit volume cairan berhubungan dengan penurunan intake cairan.
(3)      Perubahan membran mukosa berhubungan dengan pernafasan mulut.
(4)      Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan pembatasan intake selama proses persalinan.
(5)      Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan kontraksi uterus .
(6)      Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilitas selama proses persalinan.
(7)      Perubahan pola istirahat tidur berhubungan dengan proses persalinan.
(8)      Inefektif koping individu berhubungan dengan ketidak mampuan relaksasi atau bernafas dengan benar.
(9)      Defisit pengetahuan berhubungan dengan perubahan peran.
(10)  Inefektif koping individu / keluraga berhubungan dengan masuk rumah sakit selama proses persalinan.
(11)  Inefektif koping keluarga berhubungan dengan nyeri yang dirasakan klien.
e.          Kala II (Sharon J Reeder Et all, 1987: 478).
(1)      Inefektif koping individu  berhubungan dengan proses fisik selama proses persalianan.
(2)      Takut berhubungan dengan lingkungan baru.
(3)      Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus.
f.          Kala III dan IV. (Sharon J Reeder Et all, 1987: 494).
(1)      Nyeri berhubungan dengan involusi uterus , episiotomi.
(2)      Resiko infeksi (Vagina, perinium) berhubungan dengan infeksi scundair bakteri sampai proses persalinan, persalinan dan episiotomi.
(3)      Perubahan pola istirahat tidur, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
(4)      Perubahan peran berhubungan dengan kurangnya pengalaman, kurangnya model peran.
v  Diagnosa Keperawatan Persalinan Tahap I (Fase Laten) :
Kekurangan volume cairan (resiko terhadap).
Tujuan : Kebutuhan klien selam kala I terpenuhi.
Kriteria Hasil :
·           Mukosa bibir tidak kering.
·           Klien tidalk merasa haus.
·           TTV :
·       Tekanan darah : 120 / 80
·       Nadi : 80 – 88 x / menit.
·       Respirasi rate : 18 – 20 x / menit.
·       Suhu 365 – 37 0 C
Tindakan / intervensi
Rasional
Mandiri :
Pantau masukan / haluaran. Perhatikan berat jenis urine. Anjurkan klien untuk mengosongkan kandung kemih sedikitnya sekali setiap hari – 1,5 – 2 jam.



Pantau suhu setiap 4 jam, lebih sering bila tinggi. Pantau tanda-tanda vital / DJJ sesuai indikasi.

Kaji produksi mukus, jumlah air mata dalam mata, turgor kulit.

Berikan cairan jernih dan es batu sesuai izin.

Kaji praktik budaya mengeni masukan.





Berikan perawatan mulut dan permen keras sesuai izin.

Kolaborasi:
Berikan bolus cairan parentral, sesuai indikasi.




Pantau kadar hematokrit. (Ht).

Masukan dan haluaran harus diperkirakan sama, tergantung pada derjat hidrasi. Konsentrasi urine meningkat sesuai peningkatan haluaran urin dan waspada terhadap dehidrasi. Penurunan janin dapat diganggun bila kandung kemin distensi.

Dehidrasi dapat menyebabkan peningkatan suhu, Teknan darah pernafasan dan detak jantung janin.

Tanda tambahan dari hidrasi akuat atau terjadinya dehidrasi.

Membantu meningkatkan hidrasi dan dapat menyediakan kalori.

Beberapa budaya (mis, beberapa orang Afrika, penduduk bagian seltan Amerika Serikat) minum the khusus, meyakinkan mereka merangsang kemajuan persalinan secara kontinue,

Menurunkan ketidak nyamanan karena mulut kering.

Mungkin diperlukan bila masukan oral tidak adekuat atau terbatas. Bertindak sebagai oengaman dalam kejadian dehidrasi atau hemoragi, mengatasi beberapa efek negatif dari anestesia atau anlgesia.

Ht meningkat sesuai penurunan komponen plasma pada adanya dehidrasi berat.


v  Diagnosa Keperawatan Persalinan Tahap I (Fase Aktif) :
Nyeri.
Tujuan:
Klien dapat beradaptasi terhadap nyeri pada kala pembukaan .
Kitreria hasil:
·           Ibu tampak tenang diantara kontraksi.
·           Ibu tidak teriak oleh konstraksi datang.
·           Ibu mengatakan nyeri tapi masih bisa mengontrol nyeri.
Tindakan / intervensi
Rasional
Mandiri:
Kaji derajat ketidak nyamanan melalui isyarat verbal dan non verbal; verbal; perhatikan pengaruh budaya pada respons nyeri

Bantu dalam penggunaan tehnik pernafasan / relaksasi yang tepat dan pada masase abdomen.



Bantu tindakan kenyamanan (mis; gosokan punggung/kaki, tekanan sakral, istirahat punggung, perawatan mulut, perubahan posisi, perawatan perineal dan pertukaran linen).




Anjurkan klien untuk berkemih setiap 1-2 jam. Palpasi di atas simfisi pubis untuk menentukan distensi, khususnya setelah blok saraf.





Berikan informasi tenang ketersediaan analgeia, respons/efek samping biasanya (klien dan janin), dan durasi efek analgetik pada lampu atau sitiuasi penyerta.






Dukung keputusan klien tentang menggunakan atau tidak menggunakan obat-obatan dengan cara yang tidak menghakimi. Lanjutkan dorongan untuk upaya dan penggunaan tehnik relaksasi.



Instruksikan klien dalam menggunakan analgesik yang dikontrol klien, pantau caranya menggunakan.
Hitung waktu dan catat frkwensi, intensitas, dan durasi pola konstraksi uterus setiap 30 menit.


Kaji sifat dan jumlah tampilan vagina, dilatasi servival, penonjolan, lokasi janin dan penurunn janin.




Berikan tindakan pengamanan, mis, anjarkan klien untuk bergerak dengn perlahan, mempertahankan penghalang tempat tidur setelah pemberian obat dan sokong kaki selama pemindahan.


Kaji tekanan darah dan nadi setiap 1-2 menit setelah injeksi regional selama 15 menit pertama, kemudian setiap 10 – 15 menit untuk sisa waktu persalinan. Posisikan pada posisi miring kiri dengan kepala datar dan kaki ditinggikan , atau meninggikan lutut dan mengubah posisi uterus secara manual ke kiri sesuai indikasi.









Libatkan klien dalam percakapan untuk mengkaji sensori, pantau pola pernafasan dan nadi.






Kaji terhadap kehangatan, kemerahan pada ibu jari atau bantalan kaki dan distribusi seimabang dari obat spinal.

Kolaborasi:
Berikan analgesik seperti alfaprodin hidroklorida(Nisentil) atau meperidin hidroklorida (Demerol) dengan kekuatan tranquilizer dengan IV atau IM yang dalam di antara kontraksi, bila diindikasikan.





Lakukan atau bantu dengan blok paraservical bila serviks dilatasi 4-5 cm. (anastesi dapat diberikandalam dosis tunggal atau secara kontinu dengan menggunakan indwelling kateter).

Berikan oksigen dan tingkatkan masukan cairan biasa bila tekanan sistolik turun di bawah 100 mmHg atau turun lebih dari 30 % di bawah tekanan dasar.
Pantau DJJ secara elektrolik, dan catat penurunan variabilitas atau bradicardia. Dapatkan sample kulit kepala janin bila bradikardia menetap selama 30 menit atau lebih.


Berikan bolus IV 500 – 1000 ml dari larutan Ringer Laktat tepat sebelum pemberian blok peridural.

Berikan anestesi blok peridural, epidural atau kaudal dengan menggunakan kateter indwelling.









Berikan soksinilkolin klorida dan bantu dengan intubasi bila terjadi kejang.

Tindakan dan reaksi nyeri adalah individual dan berdasarkan pengalaman masa lalu, memahami perubahan fisiologis, dan latar belakang budaya.

Dapat memblok impuls nyeri dalam kor-teks serebral memlalui respons kondisi dan stimulasi kutan. Memudahkan kemajuan persalinan normal.

Meningkatkan relaksasi dan higiene; meningkatkan perasaan sejahtera (Catatan posisi miring kiri menurunkan tekanan uterus pada vena kava, tetapi pengubahan posisi secara periodik mencegah iskemia jaringan dan / atau kekakuan otot dan meningkatkan kenymanan.

Mempertahankan kandung kemih bebas distensi, yang dapat meningkatkan ketidak nyamanan, mengakibatkan kemungkinan trauma, mempengaruhi penurunan janin, dan meperlama persalinan. Analgesia epidural atau paraservical dapat mempengaruhi sensasi penuh.

Memungkinkan klien membuat pilihan persetujuan tentang cara pengontrolan nyeri. (Catatan: Bila tindakan konservatif tidak efektif dan meningkatkan tegangan ototo meghalangi kemajuan persalinan, penggunaan medikasi yang minimal dapat meningkatkan relaksasi, memper-pendek persalinan, membatasi keletihan, dan mencegah komplikasi).

Membantu menurunkan perasaan gagal pada klien / pasangan yang telah mengantisipasi kelahiran yang tidak diobati dan tidak mengikuti rencana tersebut. Meningkatkan rasa kontrol dan dapat mencegah /menurunkan kebutuhan medikasi.

Memungkinkan klien untuk mengatur kontrol nyerinya sendiri, biasanya dengan sedikit medikasi.
Memantau kemajuan persalinan dan memberikan informasi untuk klien. (catatan: Agens anastetik dapat mengubah pola kontraksi uterus).

Dilatasi servical seharusnya ,2 cm/jam pada nulipara dan 1,5 cm/jam pada multi para, tampilan vagina meningkat dengan turunnya janin. Pilihan dan waktu pemberian obat dipengaruhi oleh drajat dilatasi dan pola kontraksi.

Anestesi blok regional menghasilkan paralisis vasomotor, sehingga gerakan tiba-tiba dapat mencetuskan hipotensi, Analgetika mengubah persepsi, dan klien dapat jatuh karena mencoba turun dari tempat tidur.

Hipotensi maternal, efek samping paling umum dari anastesi blok regional, dapat mempengaruhi oksigenasi janin. Hipotensi telentang dapat terjadi karena posisi litotomi selama pemberian anestesi paraservical. Posisi miring kiri meningkatkan aliran balik vena dan meningkatkan sirkulasi plasenta, Kaji variabelitas DJJ. Agens seperti bupivakiain (Macaine) dan Kloroprokain hidroklorida (Nesacaine) mempunyai efek kecil pada variabilitas DJJ; perubahan harus diselidiki secara seksama. (Catatan: Risiko berkenaan dengan anestesi kaudal meliputi perforasi kulit kepala janin, serta rectum ibu).

Respon toksik sistemik dengan perubhan sensori terjadi bila obat diabsorbsi ke dalam sistem vasculair. Perubahan sensori dapat juga menjadi indikator awal dari terjadinya hipoksia. Gangguan fungsi pernafasan terjadi bila analgesia terlalu tinggi menimbulkan paralisis diafragma.

Meyakinkan penempatan kateter yang tepat untuk kontinuitas blok dan kadar yang adkuat dari agens anestesi.


Rute IV disukai karena menjamin pemberian analgetik lebih cepat dan absorbsi seimbang. Medikasi diberikan dengan rute IM memerlukan sampai 45 menit untuk mencapai kadar plasma adekuat, dan ambilan maternal mungkin bervariasi, khususnya bila obat dinjeksikan ke dalam lemak subcutan sebagai pengganti otot.


Menganastesi pleksus hipogstrik inferior dan ganglia, memberikan kelegaan selama dilatasi servic. (catatan: Blok paraservical dapat menyebabkan bradikardia janin berat).

Meningkatkan volume cairan sirkulasi, perfusi plasenta, dan ketersediaan oksigen untuk ambilan janin.


Bradikardia dan penurunan variabilitas janin adalah efek samping yang biasa dari blok paraservical. Efek samping ini dapat mulai 2 – 10 menit setelah pemberian anatetik dan dapat berakhir selama 5 – 10 menit.

Peningkatan kadar cairan sirkulasi membantu mencegah efek samping hipotensi berkenaan dengan blok.

Memberikan kelegaan bila persalinan aktif ditentukan, penguatan melalui kateter memberikan kenyamanan terus menerus selama melahirkan. Analgesia ini tidak mengganggui aktivitas uterus dan/ atau refleks Ferguson. Ini merelaksasikan servicks dan mempermudah proses persalinan, tetapi dapat mengubah rotasi janin internal dan menurunkan kemampuan klien untuk mengejan bila diperlukan.

Reaksi toksik sistemik pada anastetil epidural dapat mengubah sendorium ataiu menyebabkan kejang bila obat diabsorbsi ke dalam sistem vasculair.  
v  Dignosa Keperawatan Persalinan Tahap II (Pengeluaran) :
Nyeri akut.
Tujuan : Ibu dapat beradaptasi terhadap nyeri akibat his persalinan.
Kriteria Hasil:
·           Ibu dapat mengejan dengan benar,
·           Ibu tampak lebih tenang.
·           Ibu istirahat diantara kontraksi.
Tindakan / intervensi
Rasional.
Mandiri:
 Identifikasi derajat ketidak nyamanan dan sumbernya.

Berikan tindakan kenyamanan seperti perawatan mulut, perawatan . masase perineal, linen dan pembalut yang bersih dan kering, lingkungan sejuk (680sampai 720 F), kain sejuk lembab untuk wajah dan leher, atau kompres panas pada perineum, atau punggung sesuai kebutuhan.


Berikan informasi pada klien / pasangan tentang tipe anstesia yang tersedia pada tahab ini khususnya untuk situasi melahirkan (mis, anestetik lokal, subaraknoid, atau blok pudendal, penguatan epidural atau kaudal) atau Stimulasi saraf elektrikal Transkutan (TENS). Tinjau ulang keuntungan / kerugian dengan tepat.


Pantau dan catat aktivitas uterus pada setiap kontraksi.




Berikan informasi dan dukungan yang berhubungan dengan kemajuan persalinan.



Anjurkan klien/pasangan untuk mengatur upaya untuk mengejan dengan spontan, daripada dilakukan terus - menerus, mendorong selama kontraksi. Tekankan pentingnya menggunakan obat abdomen dan merelakskan dasar pelviks.






Pantau penonjolan perienal dan rektal, pembukaan muara vagina dan tempat janin.


Bantu klien dalam memilih posisi optimal untuk mengejan; (Misalnya jongkok atau rekumben lateral, posisi semifowler (ditinggikan 30 – 60 derajat), atau penggunaan kursi melahirkan. Kaji keefektifan upaya untuk mengejan; bantu klien untuk merelakskan semua otot dan beristirahat di antara kontraksi.

Pantau tekanan darah (TD) dan nadi ibu, dan DJJ. Perhatikan reaksi merugikan yang tidak biasanya terhadap obat-obatan, seperti reaksi antibodi-antigen, paralisis pernafasan, atau blok spinal. Catat reaksi merugikan seperti mual, muntah, retensi urine, pelambatan depresi pernafasan dan pruritus pada wajah, mata atau mulut.


Kolaborasi
Kaji kepenuhan kandung kemih. Kateterisasi diantara kontraksi bila distensi terlihat dan klien tidak mampu menghindari.

Dukung dan posisikan blok sedal atau anestesi spinal, lokal, pudendal sesuai indikasi

Anestesi lokal :
Bantu sesuai kebutuhan pada pemberian anestesi lokal sebelum episiotomi.

Mengklasifikasikan kebutuhan, memungkinkan intervensi yang tepat.

Meningkatkan kenyamanan psikologis dan fisik, memungkinkan klien menfokuskan pada persalinan dan menurunkan kebutuhan terhadap analgesia atau anastesia.





Meskipun klien yang mengalami stress persalinan dan tingkat ketidaknyamanan dpat mempengaruhi ketrampilan pembuatan keputusan noemal., ia masih memerlukan kontrol dan membuat keputusan persetujuan sendiri berkenaan dengan anstesia. (catatan: Pilihan blok radiks saraf harus dibatasi pada situasi rumah sakit dimana peralatan kedaruratan tersedia).

Memberikan informasi/dokumentasi legal tentang kemajuan kontinu; membantu mengidentifikasi pola kontraksi abnormal, memungkinkan pengkajian dan intervensi segera.

Pertahankan supaya pasangan tetap mendapatkan informasi tentang perkiraan kelahiran; menguatkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan itu berarti dan “akhirnya sudah terlihat.”

Anastetik dapat mengganggu kemampu-an klien untuk merasakan sensasi berke-naan dengan kontraksi, mengakibatkan mengejan tidak efektif. Upaya mengejan spontan yang bukan terus – menerus menghindari efek negatif dari Valsava manuver berkenaan dengan penurunan kadar oksigen ibu dan janin. Relaksasi dasar pelviks menurunkan tahanan untuk upaya mendorong, memaksimalkan upaya untuk mengeluarkan janin.

Pemutaran anal ke arah luar dan penonjolan perineal terjadi saat verteks janin turun, menandakan kebutuhan untuk persiapan kelahiran.

Posisi yang tepat dengan relaksasi jaringan perineal mengoptimalkan upaya mengejan, memudahkan kemajuan persalinan, menurunkan ketidaknyaman-an dan menurunkan kebutuhan terhadap penggunaan forsep. Relaksasi komplit di antara kontraksi meningkatkan istirahat dan membantu membatasi regangan/ kelelahan otot.
Hipotensi ibu disebabkan oleh penurunan tahanan perifer saat percabangan vaskuler dilatasi adalah reaksi merugikan yang utama terhadap blok peridual atau subaraknoid. Hipoksia janin atau bradikardia mungkinterjadi, karena penurunan sirkulasi dalam bagian plasenta ibu. Reaksi merugikan yanglain setelah pemberian anastetik spinal atau peridural, khususnya bila morfin digunakan

Meningkatkan kenyamanan, memudah-kan turunnya janin,dan menurunkan risiko trauma kandung kemih yang disebabkan oleh bagian presentasi janin.


Posisi yang tepat menjamin penenpatan tepat dari obat-obatan dan membantu mencegah komplikasi.


Menganestesi jaringan perineal lokal untuk memperbaiki tujuan.


v  Diagnosa Keperawatan Persalinan Tahap III (Pengeluaran Plasenta) :
Perubahan peran berhubungan dengan kurangnya model peran.
Tujuan :  klien dapat berperan sebagai ibu setelah kelahiran bayinya.
Kriteria Hasil :
·         Ibu ingin didekatkan dengan bayinya.
·         Ibu mengatakan ingin merawat anaknya sendiri.
Tindakan / intervensi
Rasional.
Fasilitasi interaki antara klien dan / pasangan dan bayi baruy lahir sesegera mungkin setelah melahirkan.




Berikan klein dan ayah kesempatan untuk menggendong bayi dengan segera setelah kelahiran bila kondisi bayi stabil.




Tunda penetesan salep profilaksis mata (mengandung eritomisin atau tetrasiklin) sampai klien / pasangan dan bayi telah berinteraksi.
Membantu mengembangkan ikatan emosi sepanjang hidup di antara angota keluar-ga. Ibu dan bayi mempunyai periode yang sangat sensitif pada waktu di mana kemampuan interaktif ditingkatkan.

Kontak fisik dini membantu mengem-bangkan kedekatan. Ayah juga lebih mu-ngkin untuk berpartisipasi dalam aktivitas merawat bayi dan merasa ikatan emosi lebih kuat bila mereka secara aktif terli-bat dengan bayi segera setelah kelahiran.

Memungkinkan bayi untuk membuat kontak mata dengan orangtua dan secara aktif berpartisipasi dalam interaksi, bebas dari penglihatan kabur yang disebabkan oleh obat.




Sumber:
Allen, Vestal Carol. (1998). Memahami Proses Keperawatan dengan Pendekatan Latihan. EGC. Jakarta.

Bagian Obstetri & Ginekologi, FK.Unpad. (1993). Obstetri. Elstar. Bandung.

Carpenito,Lynda Juall. (2001) Buku Saku Diagnosa Keperawatan. ed.8. EGC. Jakarta.

Depkes RI. (1997). Pedoman Penamhanan Pertolongan Persalinan dan Nifas Bagi Petugas Puskesmas. Jakarta.

Djarwanto. (1999). Petunjuk Teknis Penyusunan Skripsi. BPFE. Yogyakarta.

Doenges, Marilynn E. (2001). Rencana perawatan maternal/bayi : Pedoman untuk perencanaan dan dokumentasi perawatan klien. EGC. Jakarta.

Effendy, Nasrul. (1995). Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.

Hamilton, Persis Mary. (1995). Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas edisi VI. EGC. Jakarta.

Ibrahim, Cristina. (1993). Ilmu Kebidanan. Bhrata Niaga Media. Jakarta.

JNPK – KR. (2001). Pelatihan Asuhan Persalinan bersih dan aman. JHPIEGO. Jakarta.

Komarudin. (1987). Metode Penulisan Skripsi dan Tesis. Angkasa. Bandung.

Lismidar. (1990). Proses Keperawatan Cetakan I. UI Press. Jakarta.

Manuaba, Gde Ida Bagus. (199). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arean. Jakarta.

Mochtar Rustam. (1993). Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi. EGC. Jakarta.

Notoatmodjo Soekidjo. (1993). Metodologi Penelitian Kesehatan. Bineka Cipta. Jakarta.

Prawirohardjo, Sarwono. (1995). Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Prawirohardjo, Sarwono. (1999). Ilmu Kebidanan edisi ketiga cetakan kelima. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Prawirohardjo, Sarwono. (2001). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
Reeder, Sharon J. Ect all. (1987). Maternity Nursing Sixteenth Edition. Lippincot Company. London.

Comments